Sebuah motor gede berhenti di depanku,
jarak antara aku dan motor itu kira-kira 20cm.
Aku kurang tau jenis merek dari motor tersebut. Yang pasti motor itu, impian para pemuda di kampungku.
Seseorang masih bertengger diatas motornya, perawakannya tinggi besar. Wajahnya di tutupi helm.
Aku masih mematung didepan kendaran itu, menormalkan detak jantungku yang seakan mau terlepas.
Aku sudah siap, jika orang yang berada di depanku saat ini memarahiku, menghina atau
bahkan menonjok salah satu pipiku, Aku siap.
Karna memang aku yang salah.
Aku melirik lelaki itu dengan ekor mataku, Dia membuka helmnya.
Dari garis wajahnya, aku taksir kira-kira usianya 24-26 tahun.
Wajahnya putih bersih khas orang-orang kota.
Sorot matanya tajam menatapku. Aku seperti tersangka yang sedang menunggu vonis
hukuman dari Hakim, hanya mampu diam tak
bisa berkata-kata. Karna aku terlalu takut, bahkan untuk minta maaf pun rasanya lidahku kelu.
Lelaki itu turun dari motornya. Jantungku semakin
berdebar, badanku gemetran. Pasti orang ini mau berbuat kasar.
Aku tak berani menatapnya, aku sudah pasrah jika hal buruk menimpaku.
''Dek, lain kali kalau jalan, jangan sambil melamun?'' Suaranya ngebas, tapi nada
bicaranya begitu lembut.
Aku beranikan diri menoleh ke arah wajahnya. Dia tersenyum simpul kepadaku. Entah kenapa, setelah melihat dia tersenyum,
perasaan takut yang tadi sempat aku rasakan sekarang agak sedikit berkurang.
''Ma'af A, tadi, a..aaku, memang agak sedikit melamun.''
Tangan kirinya menepuk-nepuk pundakku. ''Melamun karna apa?? Pasti diputusin pacarnya ya?'' Dia tertawa lepas, menggodaku.
''Namaku Zidan'' Dia mengulurkan tangannya. ''Nama kamu siapa?''
Aku ragu untuk mejawabat tangannya,
karna tanganku kotor. Aku sempat melirik ke arah tangannya yang sekarang masih
menunggu jabatan tanganku.
Tangannya kokoh, putih bersih nampak menyeruak bulu-bulu halus di area pergelangan tangannya yang tertutup jaket.
Dia menjabat tanganku secara paksa, dan sekarang tangan kami bersalaman.
''Nama kamu siapa?'' Untuk yang kedua kalinya dia menanyakan namaku.
''Aku Ari...'' Ucapku.
''O.....Ari, warga kampung sini, bukan?''
''Bukan, A.'' Ku jawab sesingkat mungkin,
aku mulai sedikit curiga. Takutnya ini orang jahat, yang pura-pura baik. Soalnya dari gelagatnya
dia kelihatan so'akrab. Jarang aku
menemukan orang yang baru di kenal terlihat seakrab ini.
''Kamu tau kampung Sukajaya gak?''
''Tau..''
''Dari sini masih jauh,?''
''Sudah deket A, Dari sini Aa lurus, entar kalau sudah ketemu jembatan kecil, belok kanan.
''Makasih ya Ri.....Kalau gitu, aku jalan dulu''
''Iya a?''
''Senang bisa berkenalan denganmu.''
''sama-sama A...'' Aku mengangguk hormat.
Orang yang bernama Zidan itu pergi, melesat dengan motor gedenya. Aku kembali meneruskan perjalanan, kali ini
aku konsen karna gak mau kejadian yang tadi
terulang lagi.
''A. Ari tunggu....??''
Seseorang memanggilku saat aku hendak belok dari jalan besar kepematang sawah,
karena untuk menuju rumahku, harus melewati sawah, Kira-kira 1 km dari jalan besar.
Aku berhenti, lantas menoleh ke arah suara panggilan tersebut.
Gadis berjilbab mengenakan seragam putih abu-abu berlari menghampiriku.
''Ada apa Nis?''
''Enggak ada apa-apa, cuma.....??'' Nissa terdiam sebentar, dia terlihat kikuk. ''A..Ari baru pulang kerja yah?''
''Iya. Tadi mau ngomong apa? sepertinya ada sesuatu yang mau di sampaikan?''
Nissa masih berdiri di hadapanku. Raut wajahnya terlihat gelisah.
''Kamu gak apa-apakan Nis?'' Aku
menyakinkan kembali.
''Enggak.''
''Ya...sudah, aku pulang ya. Kamu juga cepat pulang, nanti orang tua kamu nyariin.''
''Iya, A. Tapi....?'' Nissa menggantungkan ucapannya.
''Tapi, apa??'' Aku semakin tidak mengerti dengan sikapnya.
Dia membuka tas sekolahnya, sebuah kotak terbungkus kertas bergambar batik di keluarkannya.
''selamat hari jadi A....?''
Nissa menyodorkan kotak itu ke arahku, diatas kotak itu terselip selebar kertas bertuliskan.
'SELAMAT ULANG TAHUN YANG KE 18'
Aku cukup terharu dengan apa yang Nissa lakukan terhadapku, aku saja tidak ingat
kalau hari ini adalah hari jadiku.
''Makasih ya Niss atas ucapannya, Tapi ma'af. Aku tidak bisa menerima ini.''
''Loh kenapa a?'' Sepertinya dia nampak kecewa.
''Nissa.... kamu ingat gak? Setahun yang lalu, kamu pernah memberikan kado untukku.
Tapi Setelah dua hari aku menerima kado itu,
mamahmu datang kerumahku. Memaki-maki emakku, mamahmu bilang...kalau aku tukang
ngeret anak orang. Aku gak mau kejadian itu terulang lagi, jadi aku mohon maaf, aku tidak
bisa menerimanya.''
Semoga saja Nissa memahami maksud penolakanku.
''Tapi, A...ini pake uang Nissa ko'?''
''Sekali lagi aku minta ma'af, aku tidak bisa. Aku pamit pulang ya... Assalamua'laikum.''
Aku meninggalkan Nissa, Dia nampak mematung mendekap kotak yang hendak di
berikan untukku.
Bukan aku tidak menghargai pemberiannya, tapi aku agak sedikit trauma dengan
kejadian setahun yang lalu. Aku tidak rela jika emakku di maki-maki orang lain.
To Be Continue....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar