Semua itu terjadi ketika aku berumur 15 tahun , ketika keluargaku pindah kesebuah rumah baru di kota bandung. Kami menjual rumah kami dan membeli sebuah rumah dikota dimana kemudian kami pindah. Ayahku mendapatkan sebuah pekerjaan baru dimana penghasilannya lebih baik , kebetulan saat itu aku sudah lulus SMP , jadi bagiku tidak masalah jika aku pindah ke kota Bandung. Kami pindah saat musim panas sehinggal hal ini memudahkanku mengurus semua permasalahan mengenai pendaftaran masuk SMA. Singkat cerita aku telah diterima di SMA Negeri Favorit dikota Bandung ini.. Beberapa minggu kemudian...
Ketika hari pertama aku masuk sekolah di SMA ini , aku merasa sangat gugup berjalan keluar dari rumahku menuju sekolahku yang berjarak cukup dekat. Aku terlalu pemalu jadi aku tidak mempunyai waktu untuk berkenalan dengan akak-anak sekolah di lingkungan baruku ini , sehingga aku tidak mengenal siapapun disini termasuk guru pengajar di SMA ini dan sungguh merasa sangat asing dan sendiri. Aku ingat bahwa di pagi itu aku tidak benar-benar "bercakap-cakap" dengan siapapun. Aku merasa canggung untuk melakukan hal itu. Aku hanya bisa melihat peta dan mengamati jadwal yang tertera di mading sekolah baruku ini , mencoba menyibukkan diri untuk mencari tahu dimana kelas pertamaku berada , ternyata aku baru menyadari disebelah mading disekolah ini disediakan peta dan jadwal sehingga aku bisa melihat sambil mencari dimana kelasku berada.
Kulihat dijadwal yang tertera bahwa namaku harus berada di kelas X ruang 104. Aku memeriksa peta sekolah yang telah aku ambil sebelumnya , keperiksa peta itu berulang kali , namun aku tidak bisa menemukan dimana kelasku berada dan pada saat itu tidak ada staff yang ada disekitar yang bisa kujadikan sumber informasi. Aku mulai merasa panik , kemana aku harus pergi ?
Aku melihat bahwa susunan gedung ini terdapat sebuah bagian dikanan gedung sekolah yang nampaknya terdapat beberapa kelas yang cukup besar namun tidak diberi nomor. Nomor kelas di bagian sebelah kiri terjauh dari sekolah adalah 300-310 sedangkan pada bagian tengahnya nomor-nomor yang tertera adalah 200-230. Kupikir bahwa kelasku, 104 pastilah berada dideretan sebelah kanan. Aku kemudian menyusuri koridor , kebanyakan siswa bukanlah siswa baru sepertiku dan mereka tentunya sudah masuk ke kelasnya masing-masing. Sedangkan aku masih sibuk membolak-balik peta yang ku bawa , lorong koridor sudah sangat sepi saat itu. Mungkin pada saat itu aku seharusnya mendatangi meja informasi dan bertanya , namun aku terlalu malu untuk melakukannya dan ku putuskan untuk mencarinya sendiri saja.
Aku kemudian menyusuri dan mengamati tata ruang sekolahan tersebut dan diujung koridor yang sepi , jalanku terhalang oleh sebuah pintu kayu tua dobel yang tak bisa terbuka ketika aku mendorongnya. Sungguh aneh, kupikir ada yang salah dengan semua ini. Sepertinya bagian dari gedung ini tidak ada yang boleh memasukinya. Namun kemudian aku berfikir bahwa ada seseorang yang tidak sengaja menutupnya atau mungkin aku kurang kuat mendorongnya saja.
Aku mendorong pintu itu dengan bahuku, dan kemudian diikuti suara berderit, pintu tersebut akhirnya terbuka juga. Aku menyadari bahwa aku telah merusak salah satu engselnya yang memang sudah berkarat dan aus kulihat. Merasa amat khawatir telah merusak pintu dihari pertama masuk sekolah, aku sebenarnya nyaris saja berbalik dan berlari menjauhi tempat itu, dan mungkin memang lebih baik aku bertanya kepada seseorang untuk menunjukan letak kelasku. Sangat jelas bahwa aku sebenarnya tidak boleh berada dibagian dari sekolah dimana aku berada kini. Koridor yang ada didepanku terlihat sangat kumuh dan berdebu. Locker yang ada terlihat terbuka dan tak terpakai. Bau tembok berjamur tercium samar dari tempat ini. tetapi ketika aku hendak berbalik, aku melihat bahwa nomor kelas terdekat yang aku lihat adalah 100.
Agak bingung juga aku melihat hal ini, kemudian aku memeriksa timetableku lagi untuk meyakinkan bahwa aku telah membaca nomor kelasku dengan benar. Dan memang benar, ruanganku bernomor 104. Aku kemudian mulai berjalan pelan menyusuri koridor dan melihat dari jendela masing masing kelas. Diruangan 100 kosong, 101 juga kosong tidak ada satu orangpun yang berada disana. 102 kosong juga, hanya terdapat sebuah kerangka plastic yang terlihat menguning tergantung dipojokan bersama jas lab dari para siswa. Cukup membuatku merasa grogi juga sebenarnya. Ketika aku memeriksa ruangan 103 yang ternyata juga kosong, aku mendengar suara pria dewasa dari arah sebaliknya; ruangan 104. Aku mengintip dari jendela dan kulihat bahwa diruangan tersebut penuh.
Memang kelas ini penuh namun apa yang kulihat disana sungguh diluar dugaanku sebelumnya. Memang ada seorang guru disana menggunakan setelan berwarna cokelat dan dasi kupu kupu berwarna biru, dan ada juga para siswa yang mengikuti kelasnya, focus mereka terarah pada sang guru. Mereka duduk dibangku y ang kupikir terlihat sangat kuno. Namun bukan hal itu yang membuatku heran, tapi baju yang mereka pakailah yang membuatku merasa demikian. Anak anak jaman sekarang tidak berpakaian dengan model seperti itu lagi. Jika kuingat kembali, keadaan kelas saat itu Nampak seperti di film film lawas. Sang guru berdiri disamping papan tulis yang kotor oleh kapur tulis.
Mengesampingkan kejanggalan ini, aku kemudian mengetuk pintu. Kupikir sekolah itu agak bermasalah dalam hal pembiayaan.
Guru itu tidak menyadari ketukanku, maka dengan perlahan aku membuka pintu dan berjalan masuk. Tidak ada seorang muridpun yang mengalihkan perhatiannya dari sang guru, tidak ada seorang muridpun yang memperhatikanku.
Dengan canggung aku meminta maaf atas keterlambatanku, aku beralasan bahwa sempat tersesat sebelumnya. Kemudian aku berjalan menuju kesatu satunya bangku yang kosong diruangan itu. aku duduk dan merasa pipiku panas terbakar saking malunya. Kupikir aku pastilah telah mengganggu jalannya pelajaran.
Beberapa saat kemudian guru tersebut kembali melanjutkan pelajaran. Tidak ada yang terlalu luar biasa. Namanya adalah Mr Telori. Dia mulai menulis soal di papan tulis dan meminta pada murid muridnya untuk mengerjakannya. Seperti yang kubilang sebelumnya, kelas matematika ini tidak jauh berbeda, kecuali pada satu hal bahwa tidak ada satu kalkulatorpun yang digunakan. Tiap saat aku mengangkat tangan untuk menjawab soal, bahkan sedikit terlalu berlebihan dalam caraku mencari perhatian pak guru, dia selalu mengabaikannya dan memilih siswa lain untuk menjawabnya.
Pelajaran seperti berakhir dengan tergesa gesa dimana aku merasakannya seperti berjam jam. Sesungguhnya aku merasa bosan dan sangat sedih karena merasa diacuhkan. Aku ingin segera pulang dan mengadu.
Ketika aku meninggalkan kelas, aku merasa perutku sangat lapar. Aku melirik jam tanganku dan sangat terkejut ketika melihat bahwa waktu sekolah telah berakhir sepenuhnya. Satu hari hanya untuk kelas matematika saja? Sungguh mengerikan!. Aku berpikir bahwa aku sungguh membenci sekolah itu. aku berjalan pulang dengan gontai, masih terbayang apa yang baru saja kualami seharian. Kupikir semua ini sangat menyebalkan dan janggal, namun aku berusaha menghibur diri bahwa suatu saat kemudian aku pasti akan terbiasa dengan ini semua.
Ketika aku sampai dirumah, ibuku sedang berbicara dengan seseorang ditelepon. Wajahnya Nampak bingung. Dia mendengar aku datang dan terlihat mengerutkan dahi ketika melihatku. Entah kenapa dia terlihat begitu marah dan meminta kepada orang yang ada di telepon untuk menunggu sebentar, dan kemudian dia menuduhku telah bolos sekolah.
Giliran aku yang merasa bingung. Aku berkata padanya bahwa aku berada dikelas seharian. Namun nampaknya pihak sekolah menelepon dang mengatakan bahwa aku tidak ada dikelas seharian dan tidak melihatku lagi sejak terakhir kali aku mengambil jadwal kelas. Aku kemudian mengatakan bahwa aku hadir di kelas Mr telori di ruangan 104 sepanjang hari. Kupikir pastilah aku tidak tertulis di daftar absen karena aku datang terlambat.
Ibuku kemudian berhenti sejenak dan mengatakan pengakuanku kepada pihak sekolah. Ekspresi mukanya Nampak tercekat dan begitu kaget setelah beberapa saat dan kemudian menatapku dengan khawatir.
Dia kemudian menutup telepon dan menceritakan padaku apa yang baru saja dikatakan oleh pihak sekolah.
Nampaknya ruang kelas 104 merupakan bagian dari gedung sekolah yang dikosongkan dan sedah tidak digunakan lagi sejak terjadinya kasus penembakan sekitar 40 tahun yang lalu.
Pihak sekolah menuduh bahwa aku pasti sedang melakukan hal usil dan lelucon gila.
********************
Malam harinya aku melakukan searching di web untuk mencari tahu kebenaran tentang apa yang dikatakan oleh pihak sekolah. Dan kemudian aku mendapatkan sebuah artikel di Koran lama mengenai pembantaian di sekolah tersebut yang ternyata telah diarsipkan.
Seseorang yang gila dan tidak waras berjalan memasuki sekolah dengan membawa senapan berburu dan menembak mati seluruh isi kelas. Dia menutup dan mengunci pintu masuk dan menembak semua orang yang ada di kelas matematika. Sebuah foto menunjukan kelas dimana pembunuhan tersebut terjadi. aku mengenalinya seketika. Kelas itu adalah kelas 104.
Sebuah obituary juga Nampak ditujukan sebagai persembahan kepada semua korban yang tewas. Dan disertakan pula foto foto semua korban. Aku mengenali mereka semua, Mr telori dan semua murid yang sempat bersamaku seharian dikelas matematika.
Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku sungguh merasa sangat mual akibat ketegangan atas hal yang membuatku sangat shock. Seketika pula seluruh tulangku serasa membeku, dan bulu kudukku merinding.
Setelah hari itu, aku memilih untuk pindah sekolah.
******
Sekarang, bertahun tahun setelah semua itu terjadi, aku menulisnya, aku menulis apa yang sebenarnya telah terjadi dimana tidak ada seorangpun yang mempercayaiku.
Namun alasannya adalah kenapa baru sekarang aku menulisnya?
Kemarin aku menerima sebuah surat. Tidak ada alamat pengirim. Dan itu adalah sebuah undangan untuk sebuah reuni yang ditandatangani oleh guru lamaku :
Mr. Telori.
Pelajaran seperti berakhir dengan tergesa gesa dimana aku merasakannya seperti berjam jam. Sesungguhnya aku merasa bosan dan sangat sedih karena merasa diacuhkan. Aku ingin segera pulang dan mengadu.
Ketika aku meninggalkan kelas, aku merasa perutku sangat lapar. Aku melirik jam tanganku dan sangat terkejut ketika melihat bahwa waktu sekolah telah berakhir sepenuhnya. Satu hari hanya untuk kelas matematika saja? Sungguh mengerikan!. Aku berpikir bahwa aku sungguh membenci sekolah itu. aku berjalan pulang dengan gontai, masih terbayang apa yang baru saja kualami seharian. Kupikir semua ini sangat menyebalkan dan janggal, namun aku berusaha menghibur diri bahwa suatu saat kemudian aku pasti akan terbiasa dengan ini semua.
Ketika aku sampai dirumah, ibuku sedang berbicara dengan seseorang ditelepon. Wajahnya Nampak bingung. Dia mendengar aku datang dan terlihat mengerutkan dahi ketika melihatku. Entah kenapa dia terlihat begitu marah dan meminta kepada orang yang ada di telepon untuk menunggu sebentar, dan kemudian dia menuduhku telah bolos sekolah.
Giliran aku yang merasa bingung. Aku berkata padanya bahwa aku berada dikelas seharian. Namun nampaknya pihak sekolah menelepon dang mengatakan bahwa aku tidak ada dikelas seharian dan tidak melihatku lagi sejak terakhir kali aku mengambil jadwal kelas. Aku kemudian mengatakan bahwa aku hadir di kelas Mr telori di ruangan 104 sepanjang hari. Kupikir pastilah aku tidak tertulis di daftar absen karena aku datang terlambat.
Ibuku kemudian berhenti sejenak dan mengatakan pengakuanku kepada pihak sekolah. Ekspresi mukanya Nampak tercekat dan begitu kaget setelah beberapa saat dan kemudian menatapku dengan khawatir.
Dia kemudian menutup telepon dan menceritakan padaku apa yang baru saja dikatakan oleh pihak sekolah.
Nampaknya ruang kelas 104 merupakan bagian dari gedung sekolah yang dikosongkan dan sedah tidak digunakan lagi sejak terjadinya kasus penembakan sekitar 40 tahun yang lalu.
Pihak sekolah menuduh bahwa aku pasti sedang melakukan hal usil dan lelucon gila.
********************
Malam harinya aku melakukan searching di web untuk mencari tahu kebenaran tentang apa yang dikatakan oleh pihak sekolah. Dan kemudian aku mendapatkan sebuah artikel di Koran lama mengenai pembantaian di sekolah tersebut yang ternyata telah diarsipkan.
Seseorang yang gila dan tidak waras berjalan memasuki sekolah dengan membawa senapan berburu dan menembak mati seluruh isi kelas. Dia menutup dan mengunci pintu masuk dan menembak semua orang yang ada di kelas matematika. Sebuah foto menunjukan kelas dimana pembunuhan tersebut terjadi. aku mengenalinya seketika. Kelas itu adalah kelas 104.
Sebuah obituary juga Nampak ditujukan sebagai persembahan kepada semua korban yang tewas. Dan disertakan pula foto foto semua korban. Aku mengenali mereka semua, Mr telori dan semua murid yang sempat bersamaku seharian dikelas matematika.
Jantungku serasa berhenti berdetak. Aku sungguh merasa sangat mual akibat ketegangan atas hal yang membuatku sangat shock. Seketika pula seluruh tulangku serasa membeku, dan bulu kudukku merinding.
Setelah hari itu, aku memilih untuk pindah sekolah.
******
Sekarang, bertahun tahun setelah semua itu terjadi, aku menulisnya, aku menulis apa yang sebenarnya telah terjadi dimana tidak ada seorangpun yang mempercayaiku.
Namun alasannya adalah kenapa baru sekarang aku menulisnya?
Kemarin aku menerima sebuah surat. Tidak ada alamat pengirim. Dan itu adalah sebuah undangan untuk sebuah reuni yang ditandatangani oleh guru lamaku :
Mr. Telori.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar